Kitab AL - HIKAM
merupakan kitab sebuah karya dari Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau dengan nama panjang / Naman lengkapnya adalah Taj al-Din Abu'l Fadl Ahmad ibn Muhammad ibn 'Abd al-Karim ibn Atha 'illah al-Iskandari al-Syadzili adalah tokoh Tarekat Syadziliyah. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo pada 1309 M. Julukan Al-Iskandari atau As-Sakandari merujuk kota kelahirannya .
Kunjungi Nomor Hikmat Lainnya |
No | Nomor Hikmat | View |
---|---|---|
1 | Al - Hikam Bagian 1 | |
2 | Al - Hikam Bagian 2 | |
3 | Al - Hikam Bagian 3 | |
4 | Al - Hikam Bagian 4 | |
5 | Al - Hikam Bagian 5 | |
6 | Al - Hikam Bagian 6 | |
7 | Al - Hikam Bagian 7 | |
8 | ||
9 | ||
10 | ||
11 | ||
12 | ||
13 | ||
14 | ||
15 | ||
16 | ||
17 | ||
18 | ||
19 | ||
20 | ||
21 | ||
22 | ||
23 | ||
24 | ||
25 | ||
26 | ||
27 | ||
28 | ||
29 | ||
30 | ||
31 | ||
32 | ||
33 | ||
34 | ||
35 | ||
36 | ||
37 | ||
38 | ||
39 | ||
40 | ||
AL - Hikam 'Al-Ata'iyyah Bacaan Arab, Terjemahan & Makna |
---|
Al-Hikam Nomor Hikmah Jilid 1 |
---|
|
---|
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
"Bismillahirrahmanirrahim"
"Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang"
َمِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْـتِــمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُـودِ الزّ َلَلِ Artinya :
"Setengah daripada tanda-tanda pergantungan (atau persandaran) kepada amal ialah berkurangnya harapan (kepada Allah) ketika wujudnya dosa/kesalahan."
| |
---|---|
Makna & Tafsir : Setengah dari tanda bahwa itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan / dosa. Kalimat : Laa ilaaha illallah. Tidak ada Tuhan selain Allah, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali hanya kepada Allah semata, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tiada yang memberi dan menolak melainkan Allah. Dhohirnya syariat menyuruh kita berusaha beramal, sedang hakikat syariat melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia rahmat Allah. Kalimat : Laa Haula walaa quwwata illaa billaahi. tidak ada daya untuk mengelakkan diri dari bahaya kesalahan. Dan tidak ada kekuatan untuk berbuat amal kebaikan kecuali dengan bantuan/pertolongan Allah dan karunia rahmat-Nya semata-mata sebagaimana Firman Allah : قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ "qul bifaḍlillāhi wa biraḥmatihī fa biżālika falyafraḥụ, huwa khairum mimmā yajma’ụn." Artinya : "Katakanlah : Hanya Dengan merasakan kurnia Allah dan rahmat-Nya, kamu boleh bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan sendiri”. (QS. Yunus :58) Sedang bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada kurnia dan rahmat Allah yang memberi taufiq hidayat kepadanya yang akhirnya ia ujub, sombong, merasa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada Adam, ia berkata : "Aku lebih baik dari dia (Adam)" Juga seperti yang telah terjadi pada Qaarun ia berkata : قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِىٓ "innamā ụtītuhụ ‘alā ‘ilmin ‘indī," Artinya : "Sesungguhnya Aku mendapat harta/kekayaan ini karena ilmuku semata-mata,.” (QS. Qashash : 78) Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seolah-olah merasa sudah cukup kuat dan dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat taufiq hidayat dan karunia Allah. Sebaiknya kita harus bertauladan pada Nabi Sulaiman as. Ketika ia menerima nikmat karunia Allah, ketiqa mendapat isata ratu Balqis. sebagaimana Allah berfirman : هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّى غَنِىٌّ كَرِيمٌ "hāżā min faḍli rabbī, liyabluwanī a asykuru am akfur, wa man syakara fa innamā yasykuru linafsih, wa mang kafara fa inna rabbī ganiyyung karīm" Artinya : "Ini semata-mata dari karunia Tuhanku, untuk menguji kepadaku, apakah aku bersyukur (terima kasih) atau kufur (lupa pada Allah). Maka siapa yang syukur, maka syukur itu untuk dirinya. Dan siapa yang kufur, maka Tuhanku dzat yang terkaya lagi pemurah (tidak berhajat sedikitpun dari makhluknya, bahkan makhluk yang berhajat kepada-Nya)” (QS. An-Naml : 40) | |